vall
4 min readJan 8, 2024

--

Hadrian terkekeh melihat pesan tersayangnya barusan. Sisi gemas dari Varo ini yang menjadi salah satu faktor yang membuatnya tak lagi berusaha mencari sisi gemas dari orang lain lagi, kalah telak pikirnya. Benar-benar, tak disangka nya, pemuda satu ini membuatnya tekuk lutut, karena tak pernahnya ditemui kepribadian seperti ini.

Ah, iya, kedua nya memutuskan jika menyebut status mereka tak hanya sekadar pacar, namun udara bagi satu sama lain. Dan, keduanya sepakat, melabeli hubungan hanya dengan kata “pacar", seperti terkesan menggampangkan. Namun, tak sampai seserius itu untuk segera meng-atap-kan hidup dibawah “pernikahan". Keduanya masih ingin menata diri hingga keduanya dirasa cukup untuk melenggang ke tangga selanjutnya. Karena mereka tau, diri mereka saat ini belum bisa dikatakan sudah berkualitas untuk langsung memantapkan sumpah sehidup semati. Perlu usaha lain untuk meng-upgrade diri mereka sekarang.

5 menit memikirkan hal itu, membuat Hadrian lupa jika pintu kost nya sudah diketuk dengan ganasnya di depan. Sambil berlari, ia hampiri Varo sambil kembali terkekeh, membayangkan pemuda itu mengomel.

“LAMA ANJING, LO LAGI NGAPAIN SIH?”

Kan.

Tangannya terlihat penuh dengan 2 kantong plastik di kiri dan kanan. Kanan menenteng plastik berisikan 1 botol kola dan 1 kotak susu, yang keduanya berukuran 1 liter. Kiri menenteng plastik berisikan box-box kertas berisikan makanan, yang Hadrian belum bisa lihat jelas.

Tanpa babibubebo, Hadrian langsung ambil alih kedua plastik tersebut, sambil tertawa kecil mendengar omelan panjang Varo. Keduanya lalu terduduk di sofa ruang tengah.

“Udah, ntar lagi ngomelnya. Ini lo bawa apa?” tanya Hadrian, sambil mencubit pipi Varo. Ini salah satu cara Hadrian untuk meredakan emosi Varo, karena pemuda tersebut suka jika wajahnya disentuh oleh Hadrian.

“Mie gacoan! Hehe kan kita sama-sama suka pedes, nah gue mau nantangin kita makan mie level tertinggi,” seru Varo, semangat. Kekehan kembali dilayangkan Hadrian. “Kalo kalah, hukumannya apa?”

Varo mengernyit sebentar. Iya juga, belum terpikirnya hukuman untuk tantangan yang ia sudah rencanakan sejak tadi pagi ini. Aneh juga.

“Kabulin permintaan satu sama lain, gimana?” usul Hadrian. Varo langsung menyeringai, “Deal!

Lalu Varo buka plastik mie yang ia beli tadi, yang kemudian terlihat 6 buah box, dengan 2 box mie, 2 box udang keju, dan 2 buah lumpia udang. Setelah Hadrian pimpin doa untuk makan bersama—yang sudah menjadi rutinitas wajib keduanya jika makan, yang bahkan seringkali juga ia pimpin tongkrongan mereka saat makan bersama—kedua nya lalu melahap mie level 8 yang sudah Varo beli.

Di 3 menit awal, terlihat keduanya menikmati mie tersebut. Namun, 2 menit kemudian, wajah Varo berubah merah, lengkap dengan peluh yang sudah mengucur deras dari pelipis dahinya, membasahi rambutnya yang baru saja ia keramasi tadi pagi.

Varo mengumpat dalam hati. Dilihatnya Hadrian hanya berkeringat sedikit, namun masih bisa menahan rasa pedas. Sedangkan dirinya seperti ingin meledak. Bahkan telinganya kini mulai terasa berdengung dan lidahnya mati rasa. Kenapa jadi dia yang kepedasan?

Muka heran Varo tertangkap basah Hadrian. Tawa kecil Hadrian loloskan, “Lo niat ngisengin gue kan, sebenernya? Ngaku ga?”

Awalnya Varo menggelengkan kepala. Namun, setelah Hadrian mengancam akan menggelitiki perutnya saat ini juga, langsung ia anggukkan kepala. Bisa-bisanya terpikir untuk menggelitiki perutnya disaat ia sibuk memakan udang keju, lumpia udang, dan meminum susu sekaligus untuk meredakan pedasnya. Entah apa jadinya isi mulutnya saat ini, ia tak peduli. Namun, jujur ancaman Hadrian itu sangat jahat baginya. Dasar bangsat, umpatnya dalam hati.

“Anjing lah, kenapa ga konsisten gini sih pedesnya?!” omel Varo, melepas box mie nya kasar di atas meja, memutuskan untuk menyerah setelah memakan setengah porsi. Ia tak mau semakin jauh, yang ada perutnya akan semakin meronta nanti malam. Hadrian tertawa melihat Varo, sambil menaro box mie nya yang sudah kosong melompong.

“Kok nyalahin mie nya?”

“Lo tanya semua orang yang udah cobain mie ini, pasti semua nya jawab, rasa sama levelnya suka ga konsisten! Kadang pas, kadang pedes banget.”

Hadrian tertawa, “Yakin? Bukan karena lo udah ngecilin level mie lo sendiri?”

Varo melotot, sebentar, kok?

“Gue tau, cuma punya gue yang level 8 dan lo level 5, tapi lo bilang level tertinggi dua-duanya. Cuma lo ga sadar, lo salah ambil. Yang lo makan tuh punya gue,” jelas Hadrian.

Langsung dilemparnya bantal sofa yang sejak tadi ia jadikan senderan ke arah wajah Hadrian dengan penuh emosi, “Anjing! Bukannya ngasih tau malah dibiarin! Pedes, Hadrian anjingggg!”

Hadrian tertawa keras, sambil melindungi wajahnya dari pukulan bertubi-tubi Varo dengan bantal sofa, “Lah, lo sendiri juga curang. Malah pesenin gue level tertinggi tapi lo nya level rendah, biar apa nih kelakuannya begini? Siapa ajarin?”

Varo lantas terdiam, kembali terduduk lalu menyeruput susu di gelas miliknya. Rasa pedasnya sudah mulai sedikit berkurang, namun tetap perlu meminum susu untuk mengurangi rasa panasnya.

“Emang lo mau ngapain?” tanya Hadrian lagi. Varo menggeleng, “Iseng doang gue, soalnya gue kira mah, setidaknya lo ada batasnya gitu sama pedes. Ternyata kuat banget, bangsat.”

Tawa Hadrian kembali mengisi penuh ruangan, lalu mencubit hidung bangir tersayangnya, “Ya udah, lo mau minta apa?”

Varo mengernyit lagi, “Kok, gue sih?”

“Cepet. Sebelum gue berubah pikiran.”

Tawaran menarik, pikir Varo. Dengan cepat ia putar otak, berusaha me-list permintaan apa saja yang bisa ia pinta ke Hadrian.

“Nginep di lo 3 hari kedepan.”

Bergantian Hadrian yang mengernyit, “Kenapa minta itu dah? Lo mau nginep seumur hidup disini juga ga ada masalah, asal lo izin dulu sama bokap nyokap lo.”

Tsk, ah elah. Sekarang pertengahan bulan Januari.”

Hadrian masih bingung.

“Lima hari lagi tuh bokap nyokap gue ke luar negeri lagi dan gue wajib ikut. Pertemuan keluarga besar gue dari penjuru negara lain tuh selalu di pertengahan Januari. Kalo gue ikut, perlu 2 minggu baru balik. Kan lo pernah gue ceritain.”

Hati Hadrian mencelos. Ah benar, pernah ia jelaskan sebelumnya saat ia sedang membeli liquid Créme Brulée untuk vape nya karena liquid kesukaan mereka berdua saat itu sudah habis. Dan ia lupa.

Sorry, gue lupa. Ga sadar udah mau pertengahan Januari,” sahut Hadrian. Kini keduanya saling menatap lekat manik satu sama lain.

“Pokoknya ga boleh kemana-mana sendiri. Selama 3 hari ini, lo nempel terus sama gue. Oke? Because i’m gonna miss you, so bad,” perintah Hadrian, kemudian Varo dekatkan badannya ke arah Hadrian.

“Sama, gue juga.”

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

vall
vall

Written by vall

hello, vall's here. all chapters in here is based on my AU on X. So, if you want to read more, u can come to @vaxxsh on X. xoxo

No responses yet

Write a response