vall
5 min readDec 15, 2023

Tw harshwords, kissing, hugging.

“Anjing, ditinggal 4 hari ke Lombok sama 3 hari kuliah doang, udah berdebu banget nih apartemen,” keluh Rex sambil membereskan vacuum cleaner nya yang baru saja ia gunakan untuk membersihkan kotoran di lantai kamarnya, menjadi ruangan terakhir yang ia selesai bersihkan malam ini. Ia bingung, perasaannya, apartemen ini hanya digunakan oleh ia seorang, mengapa bisa menjadi sekotor ini hanya dalam waktu seminggu?

Walaupun mungkin, ini hanya menurut dirinya saja karena ia memiliki kepribadian yang tak suka kotor, namun tetap saja, ia heran. Ia pun lanjut menyemprotkan pengharum ruangan, beraroma segar dengan dominan powdery kesukaannya. Ia menyukai aroma bedak dan segar seperti sehabis mandi, sangat identik dan sesuai dengan kepribadiannya yang menyukai kebersihan. Ketiga sahabatnya sudah sangat hapal dengan semua parfum milik Rex yang memiliki aroma serupa, tak jauh dari kesan segar, powdery, ataupun musk dan floral yang tidak begitu kuat. Bahkan aroma diffuser kamar dan ruang tengah Rex pun, masih berkutat dengan aroma yang tak jauh beda.

Bertepatan dengan Rex yang baru saja selesai, bel apartemen miliknya berbunyi, yang ia yakini Drew sudah sampai. Dengan sigap, kakinya mengarah ke sumber suara bel untuk membukakan sang kekasih pintu.

Ah, Rex sedikit malu jika harus menyebut Drew pacar, walaupun hanya di dalam hati. Anjing, emang begini kalo baru jadian? batin Rex, salah tingkah.

“Lama banget buka…. pintunya…”

Drew termenung melihat Rex dengan telinga dan pipi sedikit memerah. Mengapa ia tiba-tiba memerah? Seingat nya, hari ini, bahkan saat tadi ia mengantar Rex pulang dari kampus, ia tidak ada mengeluh sakit atau apapun itu.

“Kenapa diem? Ya udah masuk,” perintah Rex, semakin salah tingkah karena kini Drew memerhatikan wajah nya dengan lekat. Ia takut salah tingkahnya terlihat.

“Lo sakit?” tanya Drew, khawatir. Tangan kanannya terangkat menyentuh dahi Rex, dan ia tidak merasakan adanya rasa hangat ataupun panas disana. Napas lega Rex hembuskan, bersyukur salah tingkahnya tidak tertangkap basah oleh kekasihnya. “Ga kok, mungkin kecapean aja barusan gue abis beres-beres apart,” jawabnya, sambil berlalu mendahului Drew masuk ke dalam apartemennya.

Drew mengikuti langkah Rex masuk, dan mendapati aroma khas Rex di seluruh penjuru ruangan. Entah karena terpicu oleh aroma ruangan, atau pikiran kabutnya, tiba-tiba saja Drew memeluk Rex dari belakang.

“Eh, gue bau keringet! Abis beres-beres, keringetan dari tadi!” Rex panik. Ia tak mau aroma badan nya yang mungkin saja beraroma tak sedap karena keringatnya, tercium oleh Drew dan membuatnya menjadi ilfeel atau semacamnya terhadap dirinya. Namun justru, bukannya menjauh, Drew semakin tenggelamkan wajah nya di ceruk leher Rex.

“Ga bau kok, badan lo harum. Kok bisa sih, keringetan tapi harum?” ranum Drew yang bergerak menjawab Rex, bersamaan dengan deru napas nya, terasa di kulit leher Rex, membuat bulu kuduk di leher Rex otomatis meremang.

“Drew, lepas dulu ih, anjir, gue gerahhh!” Rex geliatkan tangan dan bahunya, meminta Drew untuk melepas pelukan Drew yang mengkungkung badannya.

Cup!

Manik Rex melebar. Dengan sigap melepas pelukan Drew, lalu menghadap kearah kekasihnya yang memasang ekspresi sendu karena pelukannya terlepas. Rex pegang lehernya yang baru saja di cium oleh Drew.

“Kenapa di lepas dah? Gue kangen anjir,” sungut Drew, ngambek. Lalu ia peluk kembali Rex, kali ini dari depan. Rex berusaha mencerna yang terjadi. Drew memeluk Rex sambil mendorong kedua badan mereka mendekati sofa ruang tengah, lalu kedua nya terjatuh duduk diatasnya, dengan posisi badan Rex yang setengah tertidur dan setengah bersandar di sofa dan Drew di atas badannya.

“Lo kalo kangen, emang se clingy ini, Drew? Gue kaget ya anjing,” omel Rex, berusaha membiasakan diri. Sebenarnya, bukan dirinya tak suka dengan afeksi Drew sedari awal, namun dirinya tak pernah disentuh seperti ini sebelumnya.

“Ga tau gue, ga ngerti,” sahut Drew pendek, semakin menempelkan wajahnya di lengkungan leher putih Rex. Aroma khas bedak dari parfum yang biasa ia gunakan, masih menempel, dan menyatu dengan aroma badan khas Rex. Dan Drew sangat, sangat menyukai aroma ini.

Rex menggelengkan kepala, “Ih, biarin gue mandi dulu, bisa ga? Gue gerah jujur!” pintanya. Dirinya sebenarnya semakin salah tingkah, namun ia tutup rapat dengan menahan ekspresinya, walaupun pipi dan telinganya tak bisa berbohong, karena saat ini bukan hanya Drew yang semakin sengaja menempelkan ranum di lehernya, namun kini tangan lebarnya pun mengarah ke pinggang miliknya.

Drew rasakan pinggang ramping milik Rex, terasa sedikit hangat, mungkin karena pemuda ini baru saja selesai beraktifitas aktif, sehingga suhu badannya sedikit naik. Ia lepas pelukannya. Dengan bermodalkan kedua tangannya sebagai penopang badannya kali ini, ia tatap lekat wajah Rex yang kebingungan.

Ah, ternyata kekasihnya sedari tadi menahan rasa salah tingkah. Pipi dan telinga nya semakin memerah setelah ia mencium dan memeluk kekasihnya barusan.

“Mandi bareng gue yuk, gue juga gerah.”

Dengan cepat, Rex memukul dada kekasihnya. Drew mengaduh, lalu terkekeh pelan. Pemandangan salah tingkah Rex didepannya ini, sontak menjadi pemandangan favoritnya, menggantikan pemandangan sebelumnya saat melihat Rex mengomel.

Dipandangnya lagi wajah Rex lekat. Rex tak bergeming dibawahnya, membuat Drew tanpa sadar memikirkan hal lain diluar candaannya tadi.

“Gue boleh cium lo ga?”

Entah sudah keberapa kalinya manik Rex melebar malam ini. Namun, entah mengapa, ia menyukainya. Ia menyukai semua yang Drew lakuan sedari awal. Dan ia menyukai bagaimana Drew bertanya lebih dahulu, memastikan jika ia melakukan hal apapun itu, selalu mengutamakan consent Rex. Dengan perlahan, Rex anggukan kepalanya.

Ranum Drew dengan cepat menyentuh ranum Rex. Drew biarkan sebentar, lalu perlahan melumat bibir Rex, sambil membiarkan Rex terbiasa terlebih dahulu.

Rex nyaris membuka maniknya saat Drew mulai melumat bibirnya, sedikit kaget, namun ia mulai mengikuti ritme Drew, sambil mengangkat kedua tangannya, memeluk leher Drew perlahan. Setelah ia terbiasa, ia rasakan bibir Drew terus melumat bibirnya, perlahan, perlahan, dan perlahan. Drew rasakan manis di bilah bibir Rex, hingga akhirnya mulai merasakan sedikit rasa anyir. Tak sadar, ia menggigit bibir Rex sedikit saat melumat.

“Aduh!”

Drew lepas pagutannya, seperti tersadar dari kesambet yang sedari tadi menguasai dirinya. Merasa jika ia sepertinya kelewatan, ia sentuh bagian bibir Rex yang membengkak karena lumatan dan gigitannya barusan, yang terlihat sedikit berdarah di pinggir kiri bibir sang kekasih, “Astaga, sorry, gue ga sadar. Sorry, gorgeous, sakit banget ya?”

Raut mata Drew yang tadi nya Rex lihat sempat kelam, berubah hangat, terlihat khawatir setelah menyadari ranum miliknya berdarah. Rex terkekeh pelan, sambil menghapus sedikit saliva di bibirnya, “Perih dikit, tapi gapapa kok.”

Drew posisikan badannya total terduduk di sofa, kemudian mengangkat badan Rex perlahan agar posisinya juga sama dengannya, dan kembali memandang wajah Rex khawatir, sambil memegang sudut bibir Rex.

Sorry, I’m sorry. Gue.. gue ga sadar.. maaf kalo ternyata ngelukain lo, soalnya… ini first kiss gue” ujar Drew, sembari membuka sebuah pengakuan, jika ini benar-benar first kiss nya, sehingga ia merasa sedih karena tak mengerti apapun dan merasa sedikit berlebihan di first kiss nya hingga menyebabkan bibir Rex sedikit terluka.

Rex menggelengkan kepalanya, dengan kedua tangannya yang terangkat, Rex menangkup wajah Drew yang tersirat kental rasa khawatir, kemudian ia kecup singkat ranum Drew.

“Gue gapapa, Drew. Terima kasih ya, karena udah ngasih first kiss lo ke gue. Jadi gue seneng, first kiss gue, ternyata sama lo juga.”

vall
vall

Written by vall

hello, vall's here. all chapters in here is based on my AU on X. So, if you want to read more, u can come to @vaxxsh on X. xoxo

No responses yet