“Pak, bisa arahin saya ke tempat penyewaan motor ga ya?”
Rex terheran mendengar permintaan Drew ke supir setelah keduanya memasuki mobil. Motor? Emang tidak bisa menggunakan mobil? Dan pemuda disampingnya bisa membawa motor?
“Oh, mas jadi mau ke pantai itu ya mas?” sang supir memastikan tujuan Drew, lengkap dengan seringai, seperti mengetahui maksud Drew. Drew hanya tersenyum kecil, mengiyakan pertanyaan si supir. Rex hanya bisa melongo melihat keduanya, namun tak mengerti apapun tentang topik yang mereka bicarakan ini mengarah kemana.
Keduanya pun diantar ke salah satu penyewaan motor yang ternyata sudah diurus terlebih dahulu oleh sang supir — tentu atas permintaan Drew juga—yang hanya membutuhkan waktu 5 menit hingga Drew kini sudah berada di atas motor Vario 150 cc berwarna dope navy, lengkap dengan helm hitam yang ia gunakan dan satu helm lagi yang tengah dipegangnya. “Rex, ayo, jadi mau ke pantai ga?”
Rex masih bingung. Sepertinya, tak pernah ia menemukan dirinya mengerti tentang apa yang akan dilakukan Drew selama ini. Selalu heran, bingung, dan berujung hanya melongo. “Pake motor?”
Drew mengangguk lembut, “Iya, gue juga pengen pake mobil, tapi akses jalan ke pantai kali ini ga terlalu mendukung pake mobil. Atau lo ga suka pake motor?” Drew mendadak khawatir, ia lupa menanyakan Rex apakah ia nyaman jika mereka mengendarai motor.
Rex menggeleng, “Gue bisa, cuma gue bingung aja. Terus ini, tas baju kita, taro didepan aja?” tanya Rex lagi. Drew kembali mengangguk, kemudian mengambil tas yang tengah dipegang Rex, untuk ditaruh di dekat kakinya. “Sini, deketan.”
Rex menuruti perkataan Drew. Ia mendekatkan diri ke arah Drew, lalu Drew memasangkan helm yang sedari tadi ia pegang ke kepala kecil Rex, sambil merapikan beberapa poni Rex yang menghalangi manik nya. Drew sesekali tertawa kecil, merasa gemas melihat Rex saat ini. Selesainya, ia meminta Rex untuk naik ke atas motor.
“Pegangan, gue bakal ngebut. Jalannya juga banyak tikungan, gue ga mau lo jatoh,” perintah Drew, namun memaksa tangan Rex memegang area perutnya. Rex sontak mencubit perut Drew, yang disahuti gelak puas Drew.
Sepanjang jalan, Rex mengarahkan Drew yang fokus membawa motor. Sepanjang perjalanan itu pun, Rex mengarahkan Drew ke tujuan mereka kali ini menggunakan handphone milik Drew, sambil sesekali mengobrol, menanyakan bagaimana Drew bisa menemukan spot mereka kali ini, lalu bagaimana Drew bisa mengendarai motor, hingga mengapa Rex begitu menyukai kamera. Hingga tak terasa mereka menempuh 1,5 jam perjalanan melewati jalur bukit — yang sebenarnya juga ada jalur laut, dimana jalur tersebut melewati pesisir laut tempat ada nya Pelabuhan Lembar, dan bisa melihat aktifitas di Pelabuhan Lembar, namun Rex memilih untuk mencoba melewati jalur bukit — dan Drew mendapati Rex menahan napas selama melewati bukit, karena sedikit takut dengan jalur nya. Drew tertawa melihat ekspresi Rex di kaca spion, begitu lucu lihatnya.
15 menit sebelum akhirnya mereka sampai, Drew meminta Rex untuk mengeratkan pegangan dan menarik napas. Rex tidak mengerti maksud pemuda didepannya apa, namun akhirnya pun ia turuti, hingga akhirnya keduanya mulai melihat laut dari balik batu besar di sepanjang bukit.
Rex sontak menganga, terpukau dengan kecantikan pantai didepannya. Mereka ternyata berada jauh di atas bukit, dan pantai yang mereka tuju berada di bawah, sehingga pemandangan pantai tersebut semakin jelas karena mereka berada di permukaan yang lebih tinggi. Tak habis sampai situ, Drew segera mengingatkan Rex lagi untuk berpegangan.
“Anjing!” Rex mengumpat saat melihat jalan didepan mereka yang begitu curam menurun lurus kebawah, seperti perosotan. Dengan sigap ia eratkan tangan di perut Drew. Napasnya tercekat sepanjang mereka menuruni jalan beraspal ini, dan Rex mulai mengerti akan maksud Drew yang mengatakan jika mobil kemungkinan akan susah melewati medan ini. Karena sudah dipastikan, mobil tersebut bisa turun dengan lancar dikarenakan begitu tinggi turunannya, namun akan susah menaiki kembali jalan ini, karena begitu tinggi jalannya menanjak. Kecuali jika ada jalur lain selain jalur ini, yang mereka tidak tahu.
Sesampainya keduanya di area pantai, Rex mendapati pantai yang ternyata bernamakan Pantai Mekaki tersebut, tidak seramai pantai biasanya di Lombok. Namun, mereka disambut oleh pasir yang begitu putih, air yang begitu jernih dengan bias kebiruan, hingga nampak bayangan karang di tengah pantai, dan terlihat beberapa tebing yang tertampar ombak besar di ujung pantai. Seperti pantai milik sendiri, pantai ini terlihat jarang terjamah manusia. Dan Rex jatuh cinta.
“Gimana?” tanya Drew, sambil memuaskan netranya melihat sekitar pantai. Drew menarik tangan Rex berjalan ke arah garis pantai, menghampiri air yang menghampiri mereka lembut. “Gila, gimana cara lo nemuin tempat ini?”
Rex terpukau dengan semuanya yang ada disini. Pantai, angin, air, ombak, langit biru yang terik, suara gemerisik daun pohon kelapa di sekitarnya dan mungkin juga, pemuda disampingnya yang justru menatap lekat dirinya yang sedang berusaha mencerna semua pemandangan yang ada didepannya.
“Mbah gugel,” jawabnya pendek. Tangan Rex yang bebas sontak memukul perut Drew. Drew terkekeh sambil memegang area perutnya. “Mau renang? Tapi kita ga bisa jauh ke tengah, soalnya ini sebenarnya bukan pantai untuk renang. Jadi kita cuma bisa renang di sekitar pinggir aja. Gimana? Mau?” tawar Drew sambil menjelaskan.
Rex langsung menatap Drew semangat, “Ayo! Tapi nanti kita ganti baju nya gimana? Kayaknya susah deh disini.”
Drew tertawa pelan, sambil mengacak rambut Rex yang tertiup angin pantai, “Telanjang di sini juga ga ada yang liat, paling cuma gue. Disini kan kita cuma berdua.”
Netra Rex membelalak, “Itu mah lo yang keenakan, anjing!”
Drew dan Rex baru saja mendaratkan badan di kursi mobil, saat sang supir menjemput mereka di tempat penitipan motor. Keduanya puas bersenang-senang di pantai hari ini, dan jam menunjukkan pukul setengah 7 sore saat keduanya sudah sampai villa.
“Abis mandi lagi, lo jangan tidur ya.”
“Hah?” Rex terheran. Bukannya sehabis aktifitas seperti ini, lebih enak jika mereka beristirahat?
“Kita belom makan malem ya Rex. Sampe lo tidur, gue gedor kamar lo terus gue gendong buat pergi makan,” Drew lebih heran, bisa-bisanya pemuda bersurai hitam yang panjangnya sudah sampai dibawah matanya ini, tidak terpikirkan makan setelah aktif di Pantai Mekaki tadi. “Anjing, pemaksaan,” sahut Rex.
“Dan kalo bisa, pake baju yang rapi,” lanjut Drew, kemudian berlalu kearah kamarnya.
“Dih si anjing? Maksudnya apaan?” Rex berusaha menghampiri Drew, namun pemuda tersebut menutup pintu kamarnya. Tak lama berselang, handphone milik Rex bergetar.
“Gue tunggu nanti didepan villa.”